\ PERJALANAN KE PUNCAK GUNUNG SANGGA BUANA | SUPRANATURAL INDONESIA
Latest News

KILESMONO

PERJALANAN KE PUNCAK GUNUNG SANGGA BUANA

Pada hari itu Sabtu tanggal 22 Agustus 2015 ingin sekali rasanya naik ke puncak Gunung Sangga Buana tepatnya di desa Buana Jasa Kecamatan Tanjung Sari – Bogor. Dengan bermodal tekad dan perbekalan seadanya, mulailah perjalanan dari rumah menuju ke gunung berangkat dari jam 9 pagi sampai di lokasi persis di kaki gunungnya jam 12 siang. Awalnya ingin mengajak beberapa teman untuk menemani pendakian, namun tidak ada yang bisa ikut jadi tidak apalah berangkat sendirian dengan kendaraan motor kesayangan C****R walaupun statusnya masih kredit. Haha
 
Sesampainya di kaki gunung, langsung isoma dulu sebentar dan pemanasan kecil sambil beli minum dan “menyan” wajib alias rokok untuk menemani selama perjalanan ke puncak gunung. Tanya-tanya ke penduduk setempat yang katanya untuk sampai ke puncak gunung butuh waktu kira-kira 2 jam perjalanan tanpa istirahat, itu kan kata penduduk disitu yang setiap hari naik turun gunung dan sudah terbiasa. Dan ternyata butuh waktu 5 jam untuk sampai ke puncak gunung. Start dari jam 12.30 WIB sampai puncak jam 05.00 WIB. Subhanallah,,, !!
 
Di sepanjang perjalanan awal tenaga masih full dan on fire sehingga dalam waktu 1 jam berjalan mendaki tanpa istirahat, paling cuma berhenti sebentar untuk minum dan melihat indahnya pemandangan dari atas gunung. Tapi semakin lama daya tubuh semakin berkurang dan hampir putus asa antara melanjutkan perjalanan atau menyerah dan turun saja karena perjalanan sudah hampir 2 jam tapi tidak juga melihat tanda-tanda akan tiba di puncak gunung. Sampai pada akhirnya berpapasan dengan penduduk asli situ dan menanyakan apakah puncak gunung sudah dekat, ternyata oh ternyata dia bilang kalau ini belum setengah perjalanan untuk sampai puncak dan masih sangat jauh sekali. Mendengar jawaban itu rasanya mau pingsan saja, tubuh sudah mulai lemas dan kaki sudah terasa sekali pegalnya tapi perjalanan belum seberapa, kalau kata orang betawi belum setengah-setengah acan. Tambah lagi persediaan air minum tinggal 1 botol.
 
Namun karena niat dan tekad yang kuat akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Waktu sudah menunjukkan jam 3 sore tapi entah masih jauh atau sudah dekat kah puncak gunung nya. Buat kesepakatan sendiri yaitu untuk melanjutkan perjalanan sampai perbekalan air minum habis, artinya jika belum sampai puncak dan air minum sudah habis maka tidak akan melanjutkan perjalanan sampai puncak dan lebih baik turun saja. Perjalanan dilanjutkan namun sambil berfikir kembali kalau air minum habis lalu tidak melanjutkan perjalan dan memutuskan untuk turun gunung, apa malah gak lebih bahaya berarti selama perjalanan turun tidak membawa air minum sama sekali, apa iya sanggup sampai bawah gunung tanpa minum sama sekali. Waduh jadi dilema kalau begini, lanjut naik sampai puncak tapi air minum sudah mau habis sedangkan tidak tahu masih seberapa jauh lagi perjalanan, atau lebih baik turun gunung saja. Dan akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan hingga sampai ke puncak gunung dengan cara menghemat air minum karena sudah kepalang tanggung kalau harus turun gunung.
 
Selama perjalanan yang diperkirakan memakan waktu 5 jam, terjadi beberapa fenomena ghaib diantaranya berkenalan dengan beberapa khodam penunggu gunung. Ada beberapa khodam/jin yang menyapa selama perjalanan sampai ke puncak, diantaranya bernama Tubagus Suara, Mbah Jenggot, dan Ibu Nyai. Mereka satu persatu mengucapkan salam perkenalan dan beberapa diantaranya menanyakan maksud dan tujuan saya naik ke puncak gunung. Saya jawab tujuan saya adalah hanya ingin jalan-jalan saja dan bersilaturahmi dengan alam di sini, serta ingin melatih dan meningkatkan kualitas spiritual dan kepekaan yang ada di dalam diri saya. Ada beberapa khodam juga yang datang dengan sangat mengagetkan sehingga membuat bulu kuduk meremang sangat dahsyat di sekujur tubuh bahkan rambut kepala bagian belakang rasanya ikut berdiri juga. Pada saat dia menyapa dengan bahasa mereka, saya langsung tanyakan ke dia apakah di gunung ini masih ada benda pusaka, jika ada tolong tunjukkan dimana lokasinya dan jika memang berjodoh dengan saya izinkan saya untuk mengambilnya. Dia menjawab sudah tidak ada pusaka disini karena dulu pernah ada segerombolan “orang pintar” yang juga naik ke puncak gunung dan disepanjang perjalanan mereka melakukan penarikan pusaka-pusaka disini. Dalam hati saya berkata apa iya begitu, wah-wah kalah cepat dong dengan yang lain, sudah kehabisan barang pusaka. Padahal bisa buat oleh-oleh di rumah nanti Haha. Tapi tidak apalah, karena tujuan awal memang bukan untuk mencari pusaka, tapi hanya ingin melatih kepekaan saja dan meningkatkan spiritual.
 
Di tengah perjalanan saya menemukan sebuah makam keramat yang sangat tua, entah makam siapa karena tidak ada batu nisannya. Tapi banyak taburan kembang dan ada bekas orang-orang melakukan tirakat sambil membakar menyan. Saya lakukan meditasi sebentar di atas makam keramat sambil beristirahat dan tiba-tiba “klotak,,, “ ada terdengar suara seperti benda jatuh, saya cari-cari dan ternyata batu akik berukuran kecil sekali seperti fosil kerang yang sudah sangat tua sekali usianya. Yaah lumayan lah dapat oleh-oleh walaupun Cuma akik. Haha
 
Sesampainya di puncak gunung Sangga Buana, hati ini tergetar dan ingin meneteskan air mata rasanya karena melihat di puncak gunung liar seperti ini ternyata ada penduduk tinggal yang menurut mereka hanya ada 2 kepala keluarga saja. Rasa takjub dan terharu saya adalah ternyata mereka bisa hidup damai dan bahagia walaupun tinggal di atas puncak gunung dengan tanpa adanya listrik dan semua kemodernisasian seperti TV, telepon, bahkan internet. Mereka bisa bertahan hidup dengan cara membuka warung berjualan makanan dan minuman yang tentu saja bahan-bahan dagangannya itu diambil dari bawah gunung dan membawanya ke puncak gunung. Belum lagi suhu dan cuaca disini yang cukup ekstrim, jika panas maka akan terasa panas sekali dan jika dingin dan angin maka akan terasa sangat dingin sekali. Mereka bertempat tinggal di rumah yang dibangun dengan sederhana dan ala kadarnya dari bilik bambu, batang-batang pohon dari hutan dan lembaran-lembaran spanduk dan banner bekas, tanpa atap genting dan tanpa alas keramik, bahkan WC dan kamar mandi pun tidak ada, mereka mandi dan mencuci dari mata air yang berada agak kejauhan dari puncak gunung yang mereka sebut sebagai air kahuripan. Subhanallah,,
 
Tepat jam 5.30 WIB setelah beristirahat sejenak saya langsung melakukan perjalanan turun gunung. Hari semakin gelap dan saya harus berjalan lebih cepat agar bisa sampai di bawah sebelum hari benar-benar gelap gulita karena saya tidak membawa alat penerangan selain senter dari HP saja. Benar saja belum setengah perjalanan hari sudah mulai gelap gulita dan suasana semakin mencekam saja karena hanya saya sendirian tidak ada orang sama sekali di perjalanan. Berharap bisa berpapasan dengan orang lain yang ingin naik ke puncak tapi tidak bertemu sama sekali sampai bawah.
 
Di tengah perjalanan turun gunung beberapa kali mendengar suara aneh dari belakang seperti ada yang ingin berkenalan dan menyapa, tapi saya hiraukan karena saya hanya fokus untuk berjalan dan terus berjalan. Sesekali melihat fenomena cahaya kilatan merah dan biru sepertinya itu benda pusaka munggah entah jenis apa tapi saya sama sekali tidak hiraukan untuk menghampirinya. Nanti saja di perjalanan berikutnya akan saya ambil kalau masih ada dan berjodoh.
 
Sampai di bawah kaki gunung tepat jam 7 malam. Luar biasa sekali lelahnya sekujur tubuh sudah basah kuyup dengan keringat dan tidak sadar sepatu sudah rusak alias jebol. Mampir ke warung kopi sebentar untuk istirahat dan langsung pulang ke rumah.
 
Selesai .